8 Nov 2016

Wayang Kulit, Lebih Dari Sekedar Warisan Budaya



       Kecintaan saya terhadap wayang kulit dari semenjak saya duduk di kelas 4 sekolah dasar. Saat itu, setiap tengah malam ayah selalu menonton pagelaran wayang kulit di televisi. Saat itu ada stasiun televisi swasta yang menayangkan pagelaran tersebut setiap tengah malam. Kecintaan ini rupanya turun-temurun dari almarhum kakek saya. Di rumahnya, banyak sekali lukisan-lukisan wayang serta gunungan-gunungan yang biasa digunakan dalam pagelaran wayang kulit. Oleh karenanya saya mulai tertarik dengan wayang kulit selain karena kisah-kisahnya yang begitu menarik dan mendidik, juga dari segi bentuk wayang itu sendiri yang terbuat dari kulit kerbau dengan motif-motif hasil kerajinan tatah sungging (ukir kulit). Ditambah iringan-iringan gamelan yang rancak dimainkan oleh sekelompok nayaga membuat telinga merasa dimanjakan. Selain itu, suara merdu seorang waranggana atau yang lazim disebut pesinden dalam menyanyikan tembang-tembang jawa berhasil memikat hati saya. Meski menggunakan bahasa krama inggil yang belum begitu saya pahami namun saya tetap bisa menangkap isi ceritanya karena saya yang sejatinya adalah seorang perempuan jawa tulen pastilah tahu sedikit bahasa yang dilontarkan oleh dalang tersebut.

       Ada banyak sekali tokoh-tokoh wayang (lakon) bahkan jumlahnya ratusan. Yang menjadi favorit saya adalah si kembar Nakula dan Sadewa yang merupakan tokoh wayang dari Pandawa. Selain Nakula dan Sadewa tokoh Pandawa lainnya juga ada Yudhistira, Werkudhara atau biasa disebut Bima, dan Arjuna. Bagi sebagian masyarakat umum khususnya Jawa mungkin ada yang tahu salah satu tokoh Pandawa tersebut. Terlebih tokoh yang memiliki keahlian memanah, Arjuna. Parasnya yang tampan selalu bisa membuat jatuh cinta setiap wanita di pewayangan. Pandawa merupakan tokoh-tokoh protagonis. Mereka memiliki sifat yang arif dan berbudi pekerti. Selain Pandawa ada juga Kurawa yang merupakan musuh bebuyutan dari Pandawa. Masyarakat Jawa jika mendengar kata Kurawa yang ada dibenak mereka pasti seratus tokoh wayang yang memiliki sifat-sifat antagonis. Kisah kelahiran Kurawa ini pun cukup menarik. Namun yang paling saya ketahui dari tokoh Kurawa ini adalah Duryudana dan Dursasana.


Wayang Pandawa (kanan), Gunungan (tengah), dan wayang Kurawa (kiri). Sumber : Google

       Selain tokoh Pandawa dan Kurawa, mungkin bagi sebagian orang juga tahu tokoh wayang dari Punakawan. Tokoh-tokoh ini yang paling sering saya tonton saat pagelaran. Bahkan ada tembang Punakawan yang sampe sekarang saya ingat liriknya. Lagu ini sering dinyanyikan saat saya masih sekolah dasar. Kala itu ada mata pelajaran SSD (Seni Suara daerah). Kurang lebih liriknya seperti ini. Jika ada salah mohon dimaklumi namanya juga khilaf sudah bertahun-tahun lamanya tidak menyanyikan lagu ini (hehe..)


Punakawan ana catur

Siji Semar lemu badanipun

Loro Gareng mripat kero sikil gejik

Petruk dawa irungpun

Kang wuragil nama Bagong


Wayang Punakawan. Sumber : Google

Dilirik pertama mengartikan bahwa Punakawan itu ada empat (catur), Yang pertama (siji) namanya Semar, dia memiliki badan yang gemuk (lemu). Kedua (loro) ada Gareng yang memiliki mata juling (mripat kero) dan kaki yang pincang (sikil gejik). Lalu ada Petruk yang memiliki hidung mancung/panjang (irung dawa). Dan yang terakhir (ragil) ada Bagong yang memiliki mulut lebar dan badan pendek seperti Semar. Sesuatu yang khas dari keberadaan Punakawan dalam pewayangan ini adalah penebar humor atau lelucon. Karena tingkah laku dan ucapan mereka selalu mengundang tawa. Itulah yang membuat saya selalu menanti-nanti kisah dari Punakawan ini.

       Yah, tentu saja banyak hal menarik dari kisah-kisah pewayangan ini. Banyak sekali pelajaran berharga yang saya dapat dari sekedar menyaksikan pagelaran wayang kulit. Bahkan Sunan Kalijaga yang merupakan Walisanga dari Salatiga menggunakan wayang kulit sebagai media berdakwah dalam menyebarkan agama islam. Tepat tiga belas tahun yang lalu, 7 November 2003 dimana UNESCO mengakui pagelaran wayang kulit sebagai “Karya Agung Budaya Lisan dan Takbenda Warisan Manusia” yang sangat mengagumkan dan bernilai tinggi. Sebab itulah yang mendasari saya ingin mempersembahkan sebuah artikel sederhana untuk sekedar merayakan tiga belas tahun tersebut. Namun dewasa ini, pagelaran wayang kulit sudah jarang sekali saya temukan di stasiun-stasiun televisi. Bahkan stasiun M**roTV yang dulu merupakan stasiun favorit saya menjelang tengah malam sudah tidak lagi menyiarkan pagelaran-pagelaran wayang kulit. Sungguh sangat disayangkan. Namun bagi para pecinta wayang kulit itu bukan menjadi hambatan untuk dapat terus mencintai dan melestarikan kebudayaan ini. Masih banyak akses untuk mendapatkan informasi bahkan mempelajari seni wayang kulit itu sendiri. Mulai dari internet, buku bacaan, sampai museum wayang yang terdapat di kota tua Jakarta dan Yogyakarta.

       Tidak banyak yang bisa saya lakukan selain terus mempelajari kebudayaan ini, mengajak orang-orang untuk mencintai kesenian wayang kulit. Karena wayang kulit bukan hanya milik masyarakat Jawa. Wayang kulit adalah milik aku dan kamu dari berbagai suku dan daerah. Saya berharap kamu, kalian, dan masyarakat lainnya lebih sadar tentang kebudayaan wayang kulit dan budaya-budaya lainnya. Berharap makin banyak acara-acara televisi yang menghadirkan kisah-kisah pewayangan dengan dikemas secara modern tanpa menghilangkan unsur aslinya. Berharap para orang tua menceritakan cerita wayang kulit sebagai dongeng pengantar tidur anaknya. Berharap juga pemerintah giat mengadakan program-progam melestarikan kebudayaan ini seperti program pengenalan wayang kulit di tingkat sekolah ataupun perguruan tinggi serta mengadakan lomba pagelaran wayang kulit atau sejenisnya. Karena ini merupakan tanggung jawab yang besar sebagai warga negara Indonesia yakni pemilik kebudayaan tersebut. Tidak ada alasan bagi saya untuk tidak mencintai wayang kulit. Karena bagi saya wayang kulit lebih dari sekedar budaya, ia telah memiliki ruang tersendiri di hati saya.

Foto saya tahun 2009 dengan salah satu wayang Pandawa



NB : Persembahan Tiga Belas Tahun Wayang Kulit Sebagai Warisan Budaya (7 November 2003-7 November 2016)

Niatnya mau post di tanggal 7. Namun dikarenakan laptop nge-hank jadilah post sedikit agak telat. (pangapuraaa...)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar