Kecintaan saya terhadap wayang kulit dari semenjak saya
duduk di kelas 4 sekolah dasar. Saat itu, setiap tengah malam ayah selalu
menonton pagelaran wayang kulit di televisi. Saat itu ada stasiun televisi
swasta yang menayangkan pagelaran tersebut setiap tengah malam. Kecintaan ini
rupanya turun-temurun dari almarhum kakek saya. Di rumahnya, banyak sekali
lukisan-lukisan wayang serta gunungan-gunungan yang biasa digunakan dalam
pagelaran wayang kulit. Oleh karenanya saya mulai tertarik dengan wayang kulit
selain karena kisah-kisahnya yang begitu menarik dan mendidik, juga dari segi
bentuk wayang itu sendiri yang terbuat dari kulit kerbau dengan motif-motif
hasil kerajinan tatah sungging (ukir kulit). Ditambah iringan-iringan gamelan
yang rancak dimainkan oleh sekelompok nayaga membuat telinga merasa dimanjakan.
Selain itu, suara merdu seorang waranggana atau yang lazim disebut pesinden
dalam menyanyikan tembang-tembang jawa berhasil memikat hati saya. Meski
menggunakan bahasa krama inggil yang belum begitu saya pahami namun saya tetap
bisa menangkap isi ceritanya karena saya yang sejatinya adalah seorang
perempuan jawa tulen pastilah tahu sedikit bahasa yang dilontarkan oleh dalang
tersebut.
Ada banyak sekali tokoh-tokoh wayang (lakon) bahkan
jumlahnya ratusan. Yang menjadi favorit saya adalah si kembar Nakula dan Sadewa
yang merupakan tokoh wayang dari Pandawa. Selain Nakula dan Sadewa tokoh
Pandawa lainnya juga ada Yudhistira, Werkudhara atau biasa disebut Bima, dan
Arjuna. Bagi sebagian masyarakat umum khususnya Jawa mungkin ada yang tahu
salah satu tokoh Pandawa tersebut. Terlebih tokoh yang memiliki keahlian
memanah, Arjuna. Parasnya yang tampan selalu bisa membuat jatuh cinta setiap
wanita di pewayangan. Pandawa merupakan tokoh-tokoh protagonis. Mereka memiliki
sifat yang arif dan berbudi pekerti. Selain Pandawa ada juga Kurawa yang
merupakan musuh bebuyutan dari Pandawa. Masyarakat Jawa jika mendengar kata
Kurawa yang ada dibenak mereka pasti seratus tokoh wayang yang memiliki
sifat-sifat antagonis. Kisah kelahiran Kurawa ini pun cukup menarik. Namun yang
paling saya ketahui dari tokoh Kurawa ini adalah Duryudana dan Dursasana.
![]() |
Wayang Pandawa (kanan), Gunungan (tengah), dan wayang Kurawa (kiri). Sumber : Google |
Selain tokoh Pandawa dan Kurawa, mungkin bagi sebagian
orang juga tahu tokoh wayang dari Punakawan. Tokoh-tokoh ini yang paling sering
saya tonton saat pagelaran. Bahkan ada tembang Punakawan yang sampe sekarang
saya ingat liriknya. Lagu ini sering dinyanyikan saat saya masih sekolah dasar.
Kala itu ada mata pelajaran SSD (Seni Suara daerah). Kurang lebih liriknya
seperti ini. Jika ada salah mohon dimaklumi namanya juga khilaf sudah
bertahun-tahun lamanya tidak menyanyikan lagu ini (hehe..)
Punakawan ana catur
Siji Semar lemu badanipun
Loro Gareng mripat kero sikil gejik
Petruk dawa irungpun
Dilirik pertama mengartikan bahwa Punakawan itu ada
empat (catur), Yang pertama (siji) namanya Semar, dia memiliki badan yang gemuk
(lemu). Kedua (loro) ada Gareng yang memiliki mata juling (mripat kero) dan
kaki yang pincang (sikil gejik). Lalu ada Petruk yang memiliki hidung
mancung/panjang (irung dawa). Dan yang terakhir (ragil) ada Bagong yang
memiliki mulut lebar dan badan pendek seperti Semar. Sesuatu yang khas dari
keberadaan Punakawan dalam pewayangan ini adalah penebar humor atau lelucon. Karena
tingkah laku dan ucapan mereka selalu mengundang tawa. Itulah yang membuat saya
selalu menanti-nanti kisah dari Punakawan ini.
Yah, tentu saja banyak hal menarik dari kisah-kisah
pewayangan ini. Banyak sekali pelajaran berharga yang saya dapat dari sekedar
menyaksikan pagelaran wayang kulit. Bahkan Sunan Kalijaga yang merupakan
Walisanga dari Salatiga menggunakan wayang kulit sebagai media berdakwah dalam
menyebarkan agama islam. Tepat tiga belas tahun yang lalu, 7 November 2003
dimana UNESCO mengakui pagelaran wayang kulit sebagai “Karya Agung Budaya Lisan
dan Takbenda Warisan Manusia” yang sangat mengagumkan dan bernilai tinggi.
Sebab itulah yang mendasari saya ingin mempersembahkan sebuah artikel sederhana
untuk sekedar merayakan tiga belas tahun tersebut. Namun dewasa ini, pagelaran
wayang kulit sudah jarang sekali saya temukan di stasiun-stasiun televisi.
Bahkan stasiun M**roTV yang dulu merupakan stasiun favorit saya menjelang
tengah malam sudah tidak lagi menyiarkan pagelaran-pagelaran wayang kulit.
Sungguh sangat disayangkan. Namun bagi para pecinta wayang kulit itu bukan
menjadi hambatan untuk dapat terus mencintai dan melestarikan kebudayaan ini.
Masih banyak akses untuk mendapatkan informasi bahkan mempelajari seni wayang
kulit itu sendiri. Mulai dari internet, buku bacaan, sampai museum wayang yang
terdapat di kota tua Jakarta dan Yogyakarta.
Tidak banyak yang bisa saya lakukan selain terus
mempelajari kebudayaan ini, mengajak orang-orang untuk mencintai kesenian
wayang kulit. Karena wayang kulit bukan hanya milik masyarakat Jawa. Wayang
kulit adalah milik aku dan kamu dari berbagai suku dan daerah. Saya berharap
kamu, kalian, dan masyarakat lainnya lebih sadar tentang kebudayaan wayang
kulit dan budaya-budaya lainnya. Berharap makin banyak acara-acara televisi
yang menghadirkan kisah-kisah pewayangan dengan dikemas secara modern tanpa
menghilangkan unsur aslinya. Berharap para orang tua menceritakan cerita wayang
kulit sebagai dongeng pengantar tidur anaknya. Berharap juga pemerintah giat mengadakan
program-progam melestarikan kebudayaan ini seperti program pengenalan wayang
kulit di tingkat sekolah ataupun perguruan tinggi serta mengadakan lomba
pagelaran wayang kulit atau sejenisnya. Karena ini merupakan tanggung jawab
yang besar sebagai warga negara Indonesia yakni pemilik kebudayaan tersebut. Tidak
ada alasan bagi saya untuk tidak mencintai wayang kulit. Karena bagi saya
wayang kulit lebih dari sekedar budaya, ia telah memiliki ruang tersendiri di
hati saya.
![]() |
Foto saya tahun 2009 dengan salah satu wayang Pandawa |
NB : Persembahan Tiga Belas Tahun Wayang Kulit Sebagai
Warisan Budaya (7 November 2003-7 November 2016)
Niatnya mau post di tanggal 7. Namun dikarenakan laptop
nge-hank jadilah post sedikit agak telat. (pangapuraaa...)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar